DEMI TUHAN (ALLAH SWT), BANGSA INDONESIA DAN UKHTI LYLA...

Senin, 18 Januari 2010

Uang Korupsi Itu Merusak Anak Saya...

Kendati pelaku korupsi tampak tak terjamah, tapi yakinkah kita bahwa mereka
benar-benar lolos dari jerat hukum? Ngomong-ngomong soal korupsi saya ingin
berbagi cerita.

Suatu hari, saya diundang untuk berbicara di depan staff dan pimpinan sebuah
perusahaan ternama. Pada kesempatan tersebut saya berbicara tentang "hukum
kekekalan energi", yang intinya, menurut hukum kekekalan energi dan semua
agama, apapun yang kita lakukan pasti akan dibalas sempurna kepada kita di
dunia. Dengan kata lain, apabila kita melakukan "energi positif" atau
kebaikan maka kita akan mendapat balasan berupa kebaikan pula. Begitu pula
bila kita melakukan "energi negatif" atau keburukan maka kitapun akan
mendapat balasan berupa keburukan pula.

Ketika sesi tanya jawab, salah seorang pimpinan di perusahaan itu mengkritik
pedas "hukum kekekalan energi". Walau saya sudah menjelaskan dengan beragam
argumen ilmiah dan contoh-contoh dalam kehidupan nyata, dia tetap tidak
yakin. Sampai kami berpisah, kami masih pada pendapat masing-masing.

Tujuh bulan berlalu, pimpinan itu tiba-tiba menelpon saya. "Pak Jamil, saya
ingin bertemu anda," ujarnya singkat.

Karena penasaran, undangan dari beliau saya prioritaskan. Singkat kata, pada
waktu dan tempat yang telah disepakati kami bertemu.

Rupanya beliau tiba lebih dulu di tempat kami janjian. Begitu saya datang,
beliau segera menyambut dengan sebuah pelukan erat. Cukup lama beliau
memeluk saya. "Maafkan saya pak Jamil. Maafkan saya," ucapnya, sambil
terisak dan terus memeluk saya. Karena masih bingung dengan kejadian ini
saya diam saja.

Setelah kami duduk, beliau membuka percakapan. "Saya sekarang yakin dengan
apa yang pak Jamil dulu katakan. Kalau kita berbuat energi positif maka kita
akan mendapat kebaikan dan bila kita berbuat energi negatif maka pasti kita
akan mendapat keburukan," ujarnya.

"Bagaimana ceritanya sekarang kok bapak jadi yakin?" tanya saya.

"Selama saya menjabat pimpinan di perusahaan itu, saya menerima uang yang
bukan menjadi hak saya. Semuanya saya catat. Jumlahnya lima ratus dua puluh
enam juta rupiah," katanya.

Sembari menarik napas panjang beliau melanjutkan bercerita. Kali ini tentang
anaknya.

"Anak saya sekolah di Australia. Karena pengaruh pergaulan, dia terkena
narkoba. Sudah saya obati dan sembuh. Ketika liburan, dia ke Amerika dan
Kanada. Tidak disangka, disana dia bertemu dengan teman pengguna narkobanya
ketika di Australia. Anak saya sebenarnya menolak menggunakan lagi. Namun
dia dipaksa dan akhirnya anak saya kambuh lagi, bahkan makin parah, pak."
Selama bercerita, beliau tak henti mengusap pipinya yang basah dengan air
mata yang terus meleleh seperti tak mau berhenti.

"Pak Jamil tahu berapa biaya pengobatan narkoba dan penyakit anak saya?"
Tanpa menunggu jawaban saya, lelaki separuh baya itu berkata lirih,
"Biayanya lima ratus dua puluh enam juta rupiah. Sama persis dengan uang
kotor yang saya terima, pak!"

Beliau tertunduk dan menggeleng-gelengka n kepala disertai isak tangis yang
makin keras. Dengan terbata lelaki itu berkata, "Uang korupsi itu telah
merusak anak saya, pak. Saya menyesal. Saya bukan orang tuayang baik. Saya
telah merusak anak saya, pak!"

Saya peluk erat lelaki itu. Saya biarkan air matanya tumpah.
Tangisnya semakin keras....

Wahai saudara, haruskah menunggu anak kita menjadi pengguna narkoba dan sakit
untuk berhenti korupsi?

Jamil Azzaini (16/08/2006 - 12:58 WIB)
Keterangan Penulis:
Jamil Azzaini adalah Senior Trainer dan penulis buku Best Seller.
KUBIK LEADERSHIP; Solusi Esensial Meraih Sukses dan Kemuliaan Hidup.

0 komentar:

Posting Komentar

Modified by Blogger Tutorial

Sepatah Kata ©Template Nice Blue. Modified by Indian Monsters. Original created by http://ourblogtemplates.com

TOP